Nama : Abdur Rozak
NIM : 2043501275
Kelas :KM
Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi
pemerintah yang tersebar di hampir semua Provinsi di Indonesia, serta pengaduan
langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan
(UPR) maupun melalui email resmi Komnas Perempuan, dalam kurun waktu satu tahun
ke belakang. Tahun 2020 Komnas perempuan mengirimkan 672 lembar formulir kepada
lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia dengan tingkat respon
pengembalian mencapai 35%, yaitu 239 formulir.
Berdasarkan
data-data yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang
paling menonjol sama seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (ranah personal)
yang mencapai angka 75% (11.105 kasus). Ranah pribadi paling banyak dilaporkan
dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua KtP di
ranah komunitas/publik dengan persentase 24% (3.602) dan terakhir adalah KtP di
ranah negara dengan persentase 0.1% (12 kasus).
Pada ranah
publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3.602 kasus. 58%
kekerasan terhadap perempuan di Ranah Publik atau Komunitas adalah Kekerasan
Seksual yaitu Pencabulan (531 kasus), Perkosaan (715 kasus) dan Pelecehan
Seksual (520 kasus). Untuk kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal,
selalu sama seperti tahun-tahun sebelumnya kekerasan terhadap istri (KTI)
menempati peringkat pertama 6.555 kasus (59%), disusul kekerasan terhadap anak
perempuan sebanyak 2.341 kasus (21%). Kekerasan terhadap anak perempuan di
tahun ini meningkat di banding tahun 2018, mengalahkan kekerasan dalam pacaran
1.815 kasus (16%%), sisanya adalah kekerasan mantan suami, kekerasan mantan
pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
CATAHU 2020
ini menggambarkan beragam spektrum kekerasan terhadap perempuan yang terjadi
sepanjang tahun 2019. Beberapa kasus yang perlu mendapat perhatian diantaranya
tentang laporan inses (pelaku paling banyak adalah ayah kandung, ayah
tiri/angkat dan paman), kekerasan dalam pacaran yang dilaporkan ke instansi
negara, meningkatnya angka kasus KBGO menjadi 35 kasus senada dengan
meningkatnya laporan pengaduan langsung ke Komnas Perempuan tentang kasus KBGO
yang di tahun ini meningkat 300% dari 97 kasus menjadi 281 kasus.
Kecenderungan
Kekerasan Seksual terjadi pada relasi pacaran dengan latar belakang pendidikan
paling tinggi SLTA, baik sebagai korban maupun pelaku. Kondisi ini disebabkan
kurangnya pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif
sehingga perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu
pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (Pendidikan Seksualitas
Komprehensif) dalam kebijakan pendidikan di indonesia sangat dibutuhkan.
Kekerasan
Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat dalam tiga tahun terakhir berbentuk
ancaman dan intimidasi penyebaran foto/ video dengan konten pornografi. Komnas
perempuan mengalami kesulitan mencari lembaga penerima rujukan layanan KBGO
yang disebabkan minimnya kapasitas lembaga layanan dalam penanganan kasus KBGO.
Perempuan korban KBGO rentan dikriminalkan dengan menggunakan UU ITE dan UU
Pornografi.
Data CATAHU
selama 3 tahun terakhir menemukan bahwa ada pelaku usia anak, jika dibagi
dengan penduduk usia yang sama, 7 anak per 1.000.000 usia anak kurang dari 18
tahun berpotensi menjadi pelaku per tahun. Dengan kata lain setiap hari
rata-rata dua anak menjadi pelaku kekerasan. Kasus kekerasan terhadap anak
perempuan di ranah personal didominasi oleh kekerasan seksual yang dilakukan
oleh orang terdekat korban (ayah kandung, ayah angkat/ tiri, dan paman). Angka
kekerasan terhadap perempuan yang didokumentasikan oleh lembaga layanan milik
pemerintah dan organisasi non pemerintah masih didominasi lembaga layanan di
wilayah Jawa. Sementara wilayah di luar Jawa memberikan konstribusi yang masih
rendah yang berdampak minimnya pencatatan dan pendokumentasian data kekerasan di
wilayah tersebut.
Tahun 2019
ada kenaikan angka dispensasi nikah yang dikabulkan Pengadilan Agama sebesar
85%. Angka ini adalah angka yang dilaporkan, angka pernikahan anak yang tidak
dilaporkan kemungkinan lebih tinggi. Kenaikan ini bisa disebabkan karena sudah
ada keputusan Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review menaikkan usia
pernikahan menjadi 19 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar